Cari Blog Ini

Sabtu, 04 Juni 2022

Pemanfaatan filsafat untuk mengidentifikasi latar belakang dan landasan teori penelitian

Note: Tulisan ini merupakan hasil refleksi perkuliahan Filsafat Penelitian dan Evaluasi Pendidikan S3 PEP UNY, yang diampu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.      

        Latar belakang penelitian merupakan bagian penting dalam suatu penelitian. Melalui latar belakang dapat diketahui urgensi dilakukannya suatu penelitian. Suatu penelitian yang tidak me­miliki urgensi yang jelas dapat dianggap tidak valid dan kurang memiliki kebermanfaatan, baik teo­retis maupun praktis. Selain itu, latar belakang juga menggambarkan pemahaman peneliti terhadap berbagai konteks dan permasalahan yang akan ditemukan solusinya melalui penelitian. Latar bela­kang yang baik juga harus mampu menjelaskan mengapa peneliti tertarik dan memilih suatu topik untuk diteliti. Dengan demikian, relevansi dan kebermanfaatan suatu penelitian dapat diidentifikasi dari kejelasan latar belakang dilakukannya penelitian tersebut.

        Dalam mengidentifikasi latar belakang diperlukan proses berpikir yang sistematis dan terarah. Selain itu, perlu juga dilakukan berbagai kajian terkait fenomena dan gejala sosial yang sedang ter­jadi, baik melalui pengamatan maupun membaca berbagai referensi relevan yang mutakhir. Melalui proses berpikir yang sistematis dan terarah serta didukung oleh penguasaan terhadap berbagai data dan informasi relevan, serta diperkuat oleh hasil telaah referensi, diharapkan akan melahirkan kerangka berpikir terkait apa yang akan diteliti, mengapa penelitian ini penting, kontribusi apa yang akan diberikan, serta bagaimana penelitian tersebut nantinya dilakukan. Membentuk proses berpikir demikian bukanlah perkara instan, sehingga memerlukan latihan dan pembiasaan. Di sinilah peran FILSAFAT diperlukan, mengingat filsafat merupakan sarana yang tepat untuk melatih kemampuan berpikir terkait hakikat (ontologi), metode (epistemologi), dan manfaat (aksiologi) suatu objek, ter­masuk objek suatu penelitian. Dengan terbiasa mengkaji aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi suatu objek diharapkan seseorang dapat mengawal terkait kedudukan objek tersebut agar tetap pada track-nya. Begitu pun dalam mengidentifikasi latar belakang penelitian, dengan menerapkan ketiga substansi filsafat, diharapkan peneliti dapat merumuskan dan menyusun latar belakang penelitian yang sistematis, komprehensif, dan memiliki relevansi yang kuat dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, filsafat berperan untuk mengawal bahwa suatu penelitian telah dilandasi oleh latar belakang yang valid dan adaptif.

        Salah satu aspek penting dalam membangun latar belakang penelitian yaitu identifikasi masa­lah. Identifikasi masalah merupakan bagian penting dalam suatu penelitian, mengingat penelitian dilakukan adalah bertujuan untuk memecahkan berbagai masalah yang terjadi, termasuk dalam bi­dang pendidikan. Penelitian yang berkualitas harus diawali dengan kajian atau identifikasi masalah yang dilakukan secara cermat dan terukur. Kajian atau identifikasi masalah penelitian harus mampu memotret kondisi terkini secara mendalam dan komprehensif. Masalah yang teridentifikasi juga harus benar-benar relevan dengan bidang yang diteliti. Selain itu, identifikasi masalah harus di­dukung oleh fakta atau data, bukan sekedar asumsi atau hasil pandangan peneliti. Dengan demikian, kemampuan meng­identifikasi masalah penelitian menggambarkan pemahaman peneliti terhadap fenomena atau ge­jala sosial yang terjadi di bidangnya yang urgen untuk dicarikan solusi.

        Lantas, bagaimana peran filsafat dalam mengidentifikasi masalah penelitian? Pada dasarnya, filsafat dapat dipandang sebagai suatu aliran (flow) yang bersumber dari suatu puncak gunung dan akhirnya akan bermuara di lautan. Dalam konteks ini, dapat dipahami bahwa filsafat berusaha memi­kirkan segala sesuatunya mulai dari sumber hingga muaranya. Jika dikaitkan dengan proses pene­litian, filsafat berusaha memahami segala permasalahan pada bidang tertentu, dimulai dari per­masalahan utamanya hingga turunan-turunannya. Tidak sekedar itu, melalui ketiga substansi filsafat (ontologi, epistemologi, dan aksiologi), diharapkan dapat menjamin bahwa permasalahan yang teridentifikasi adalah komprehensif serta didukung oleh rasional, informasi, fakta, dan data yang dapat dipertanggungjawabkan, bukan mengada-ada. Singkat kata, filsafat dapat menjamin bahwa masalah yang dijadikan sebagai dasar suatu penelitian merupakan permasalahan yang benar-benar terkini, penting, dan relevan.

        Selain latar belakang yang kuat, suatu penelitian juga harus dibangun oleh kerangka teoretis yang juga kuat. Dalam membangun kerangka teoretis yang kuat, tentunya diperlukan landasan teori yang baik pula. Selain itu, untuk membangun kerangka teoretis yang kuat juga harus didukung oleh kebiasaan membaca, utamanya bacaan-bacaan ilmiah. Membaca di sini bukan sekedar menemukan informasi, tetapi berusaha memahami, menelaah, mengaitkan, dan menerapkan hasil bacaan pada konteks penelitian. Dengan demikian, kebiasaan membaca juga harus diimbangi dengan proses berpikir sistematis agar apa yang dibaca memberikan wawasan, pengetahuan, dan sudut pandang baru bagi peneliti. Hal tersebut tentunya perlu dilatih dan dibiasakan, terutama kaitannya dengan aktivitas akademik. Dalam konteks tersebut, filsafat dapat berperan sebagai sarana untuk membiasa­kan seseorang untuk berpikir kritis. Kritis di sini berkaitan dengan bagaimana dirinya memahami suatu hakikat suatu bacaan, bagaimana suatu teori itu ditemukan, dan kebermanfaatan apa yang diketahui dan diperolehnya setelah membaca. Dengan demikian, secara sederhana dapat dipahami bahwa filsafat membantu peneliti membentuk kebiasaan membaca yang terstruktur, serta kritis terhadap sumber bacaannya.

        Landasan teori suatu penelitian tentunya memerlukan referensi. Pada prinsipnya, ide penelitian yang baik yaitu memiliki unsur kebaruan (novelty). Kebaruan tersebut sering dikaitkan dengan krea­tivitas peneliti dalam menemukan ide-ide penelitian. Namun, perlu diingat bahwa kebaruan ide pe­nelitian juga perlu didukung oleh referensi. Dengan kata lain, dalam konteks penelitian, kreativitas tanpa dukungan referensi juga tidak dibenarkan. Artinya, kebaruan penelitian bukanlah sesuatu yang benar-benar baru, atau benar-benar belum pernah dilakukan oleh orang lain. Kebaruan yang dimak­sud yaitu harus terkait dengan referensi-referensi ilmiah, karena pada hakikatnya setiap ilmu itu adalah saling terkait. Dengan kata lain, kebaruan penelitian dibangun atas dasar apa yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti lain, namun ada bagian-bagian tertentu dari apa yang telah diteliti tersebut, belum dilakukan. Yang belum dilakukan tersebut memunculkan peluang penelitian dan merupakan kebaruan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Dengan demikian, identifikasi kebaruan penelitian harus diawali dengan membaca berbagai referensi ilmiah, utamanya referensi-referensi yang kredibel dan mutakhir.

        Jika ditanya, bagaimana peran filsafat dalam membangun landasan teori penelitian? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, jelas kita harus merujuk kembali pada substansi dari filsafat itu sendiri, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Dengan menggunakan substansi tersebut, di­harapkan para peneliti dan akademisi dapat menemukan berbagai referensi yang valid. Referensi yang valid di sini dapat dipandang sebagai referensi yang teruji, baik substansi, metodologi, maupun sumbernya. Tidak mungkin peneliti dapat menemukan referensi yang valid jika dirinya tidak mema­hami ontologi, epistemologi, dan aksiologi suatu referensi. Dengan demikian, secara sederhana da­pat dipahami bahwa lagi-lagi filsafat berperan untuk menjamin dan mengawal bahwa referensi yang digunakan untuk membangun landasan teori suatu penelitian adalah berkualitas dan valid.

        Salah satu pertanyaan yang menarik yaitu mengapa referensi harus berkualitas? Ini merupakan pertanyaan penting yang mengarah pada kualitas suatu penelitian. Perlu dicatat bahwa kualitas suatu penelitian salah satunya ditentukan oleh kualitas referensi yang digunakan. Suatu penelitian dikatakan valid jika referensi yang digunakan juga valid. Suatu penelitian dikatakan berkualitas jika referensi yang digunakan juga berkualitas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa filsafat berperan signifikan dalam mengawal kualitas suatu penelitian.

        Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan terkait manfaat filsafat dalam mengidentifikasi latar belakang dan landasan teori suatu penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama, filsafat berperan untuk mencari dan menemukan pandangan (vision) tentang posisi, kedudukan, konsep-konsep, maupun latar belakang suatu penelitian. Pandangan tersebut diharapkan dapat mengarahkan pada proses berpikir yang sistematis, sehingga dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga hasil yang diperoleh dari suatu penelitian memiliki kualitas yang baik dan memberikan kebermanfaatan. Kedua, dalam konteks penelitian, filsafat berperan untuk memosisikan apa yang sedang peneliti pikirkan, sehingga akhirnya akan teruji bahwa apa yang dihasilkan dari suatu pene­litian merupakan sesuatu yang proporsional, tepat sasaran, dan bermanfaat. Dengan demikian, se­cara sederhana dapat disimpulkan bahwa filsafat berperan untuk mengawal dan menjamin suatu karya penelitian agar terjaga kualitas dan konsistensinya. 

Tidak ada komentar: