Belakangan ini pemerintah lagi
gencar-gencarnya melakukan sosialisasi tentang implementasi kurikulum 2013. Kurikulum
yang dirancang sebagai trobosan baru bagi dunia pendidikan di Indonesia yang
diharapkan menjadi jawaban atas permasalahan rendahnya kualitas pendidikan di
Indonesia. Pemerintah melalui kebijakannya mewajibkan seluruh sekolah di bawah
naungan kementerian pendidikan dan kebudayaan untuk menerapkan kurikulum 2013. Dalam
rangka mendukung kebijakan tersebut, pemerintah juga melakukan program
pelatihan yang diadakan untuk memberikan bekal bagi para guru dalam
mengimplementasikan kurikulum 2013 tersebut. Namun, pertanyaannya adalah sejauh
manakah kurikulum 2013 ini dapat berkontribusi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia yang dengan latar belakang sosial dan budaya
masyarakatnya yang tentunya sangatlah berbeda dengan dunia barat?
Kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifiknya adalah produk dunia barat yang coba diadopsi oleh bangsa kita. Tokoh yang sangat terkenal mempelopori munculnya pendekatan saintifik ini adalah August Comte. Tidak bisa dipungkiri bahwa kemajuan dunia barat tidak terlepas dari keberhasilan mereka menerapkan pendekatan saintifik ini di dunia pendidikan mereka. Pendekatan saintifik ini mampu mendorong negara barat menjadi bangsa yang produktif dan berkuasa dan inilah yang saat ini coba dicontoh oleh Indonesia.
Saintifik berhasil membentuk
budaya masyarakat barat dengan keilmiahannya dalam segala bidang dan aspek
kehidupan, sehingga hal-hal yang bersifat irasional dan tidak ilmiah menjadi
tidak penting. Yang penting bagi mereka adalah bagaimana menghasilkan sesuatu
yang bisa mendatangkan keuntungan bagi mereka dan dapat dijual ke negara-negara
berkembang. Apa yang mereka jual tidak serta merta berbentuk barang saja, oleh karena itu bisa jadi pendekatan saintifiknya mereka juga telah menjadi barang
dagangan mereka, dan bisa jadi secara tidak langsung Indonesia juga sudah
menjadi salah satu pembelinya.
Budaya barat sangatlah berbeda
dengan budaya timur yang melekat pada bangsa kita. Pendekatan
saintifik pada prinsipnya meletakkan nilai spiritual pada tataran paling bawah
dalam sistem kehidupan, karena bagi mereka spiritual tidaklah penting, spiritual
dianggap terlalu banyak berkaitan dengan hal-hal yang tidak ilmiah dan irasional.
Sedangkan bangsa kita dengan budaya timurnya menempatkan nilai-nilai spiritual
di atas segalanya. Hal ini tentunya menunjukkan perbedaan yang sangat kontras,
tetapi yang membuat heran adalah mengapa pemerintah tetap saja mengadopsi
pendekatan saintifik ini, padahal jelas-jelas saintifik ini bertentangan dengan
budaya kita.
Sehingga tidaklah salah jika ada
anggapan yang mengatakan bahwa saintifik dapat mereduksi spiritual. Mungkin hal
inilah yang bakalan terjadi pada bangsa kita nantinya, dimana para siswa tidak
lagi dibekali dengan nilai-nilai spiritual yang seharusnya menjadi pondasi bagi
mereka dalam mengembangkan pengetahuannya. Sehingga akan sangat mengherankan
jika siswa belajar agama dengan pendekatan saintifik, logikanya sederhana saja
apakah mungkin siswa dapat mengenali Tuhannya dengan menggunakan pendekatan
ilmiah melalui tahapan mengamati, menanya, mengumpulkan, mengasosiasi, dan
mengkomunikasikan? Tentunya tidaklah mungkin karena Tuhan itu hanya dapat
diyakini dengan hati.
Oleh karena itu komitmen
pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan perlu dipertanyakan, output
yang diinginkan itu sebenarnya apa? Apakah hanya menginginkan SDM kita menjadi
SDM yang produktif seperti bangsa barat, tetapi secara tidak langsung mereduksi
nilai-nilai spiritual? Hhmmm…. sepertinya gejalanya sudah mulai terlihat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar